Setiap
kali kucoba untuk mengekspresikan hasrat yang paling dalam yang baik secara
moral, aku menghadapi ejekan dan hinaan. Tapi begitu aku berhasil menurunkan
hasratku, aku dipuji dan disemangati karena memang sekelompok manusia menginginkan
keseragaman dan membenci seseorang yang tidak sama dengan mereka. Ambisi,
cinta kekuasaan, ketamakan, hal-hal yang menimbulkan nafsu berahi, kebanggaan,
kemarahan dan balas dendam- semua itu dihormati.
Sebetulnya, penentu baik dan
jahat bukan apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain juga bukan kemajuan
yang tercapai melainkan itu adalah hatiku dan aku sendiri. Tak ada teori yang bisa memberi jawaban atas penderitaan
manusia. Penyebab aku berubah bersama semua itu akan diketahui suatu hari. Kondisi
baru kehidupan keluarga yang nyaman benar-benar mengalihkanku dari semua
pencarian makna hidup.
Aku
menulis untuk mengajarkan pada diriku sendiri kebenaran satu-satunya yang
mestinya dijalani agar memperoleh yang terbaik bagi diri sendiri maupun
keluarga. Tersesat dan menjadi patah semangat, kondisi itu selalu
terekspresikan dalam pertanyaan untuk apa? Akan kemana? Semula tampak bagiku semua
itu tak bertujuan dan merupakan pertanyaan-pertanyaan tak relevan. Kupikir
semua sudah diketahui dan jika aku pernah menghadapi solusinya hal itu tak akan
membutuhkan banyak upaya. Sebagaimana kini aku tak punya waktu untuk itu. Tapi
ketika menginginkan demikian aku harus mampu menemukan jawabannya.
Pertanyaan-pertanyaan
itu, bagaimanapun, mulai sering berulang dan terus menerus menuntut jawaban. Seperti
tetesan-tetesan tinta yang jatuh di suatu tempat, tetesan-tetesan itu mengumpul
jadi satu noda hitam yang mungkin akhirnya menjadi tulisan atau puisi. Sederhana
bagiku bahwa tulisan dan puisi adalah perhiasan kehidupan, pemikat hidup.
Refleksi kehidupan dalam puisi dan tulisan dari semua jenis memberiku
kesenangan. Sungguh menyenangkan untuk melihat kehidupan di cermin tulisan.
Itulah
yang terjadi padaku. Aku mengerti itu bukan keadaan kurang sehat atau kegelisahan,
melainkan sesuatu yang sangat penting. Jika pertanyaan-pertanyaan itu terus
berulang-ulang, maka harus dijawab dan kucoba menjawabnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu tampaknya sederhana, kekanak-kanakan, bodoh bahkan
naif, tapi begitu ’kusentuh’ dan kucoba memecahkan, aku menjadi yakin seketika
tentang ketidaksederhanaannya. Selama aku belum tahu jawabnya, aku tak bisa
melakukan apapun dan tak bisa menjalani. Tak ada kehidupan karena tak ada
harapan yang akan terwujud dan bisa kuanggap masuk akal. Aku bahkan tak bisa
berharap untuk mengetahui kebenaran, karena sudah kuterka apa isinya.
No comments:
Post a Comment