10 December 2015

LEBENSPHILOSOPHIE


Pernah suatu masa, aku mengalami keterisolasian yang total permanen dan tak terselamatkan dari segala sesuatu dan semua orang, yang bercampur dengan klaustrofobia yang tak tertahankan. Seperti sebuah mimpi buruk berupa perasaan terkurung di dalam diri sendiri. Seolah-olah terperangkap seumur hidup dalam kepalaku sendiri. Sejak saat itu, aku bergulat dengan “hantu-hantu” yang berasal dari pemikiran itu, setidak-tidaknya pada sebagian waktu dalam keseharian, terutama saat sendirian dan menganggur. Aku mencoba untuk melarikan diri dari teror ini dengan berupaya keras menyingkirkan pemikiran-pemikiran itu.
Kuakui bahwa sejak kecil aku terhisap oleh masalah-masalah ketuhanan dan asal-usul segala sesuatu. Mempertanyakan hal-hal yang tak biasa dipertanyakan orang pada umumnya seperti penderitaan, kebahagiaan, takdir dan sebagainya. Sampai pada akhirnya aku menemukan pengertian bahwa tak ada sesuatu pun yang mungkin aku lakukan yang bisa membuatku mengalami sesuatu yang lain kecuali dari hasil ciptaan kesadaranku sendiri.
Menakjubkan bahwa -meskipun hanya kebetulan semata-mata- ternyata banyak filosof terkenal yang mengalami kekacauan jiwa saat masih muda. Aku merasakan ketakjuban yang sama bahwa aku diliputi oleh problem-problem filosofis seumur hidupku. Dan aku sepertinya tenggelam dalam problem-problem yang juga dihadapi para filosof besar dan aku pun merasakan dorongan hati yang sama dengan mereka untuk memahami hakikat dunia dan pengalaman atas dunia, yang diikuti oleh kesadaran yang sama bahwa semua itu tak bisa dijelaskan dalam kerangka pandangan umum (commonsense), yang sebaliknya malah menimbulkan berbagai kontradiksi dalam pemahaman mengenai hakikat dunia dan pengalaman atas dunia, jika bukannya malah membisu total.
Sebagai konsekuensinya, aku membaca karya mereka seperti orang kelaparan yang dengan rakus melahap semua makanan yang tersedia, dan proses pembacaan itu sungguh mengembangkan dan menyehatkan diriku untuk masa selanjutnya. Aku begitu terpana, melihat hal-hal yang kupikirkan tertulis di halaman-halaman buku yang kubaca dan telah ditulis beribu-ribu tahun yang lalu. Akhirnya bacaanku pun berujung pada penemuan apa yang disebut dengan Lebensphilosophie.
Lebensphilosophie atau sering disebut dengan Filsafat Kehidupan berbeda dengan apa yang dimaksud dengan Filsafat Akademis. Lebensphilosophie merupakan filsafat yang berfungsi untuk mencintai dan memaknai hidup dengan berbagai pergumulan filosofis untuk memahami hakikat dunia. Berfilsafat menurut Lebensphilosophie merupakan aktivitas pencarian kebenaran yang dilakukan pada level terdalam yang sanggup ditembus oleh manusia. Bukan berfilsafat yang dilakukan di ruang-ruang kelas secara teoretis dan spekulatif.
Para penganut Lebensphilosophie berjuang keras untuk mengedepankan kehidupan batiniah dan pengalaman manusiawi dengan mengkritik kecenderungan untuk menyempitkan hidup pada unsur-unsur lahiriahnya, seperti teknologi, industri, ekonomi dan seterusnya. Aliran ini menjelaskan bahwa pangkal dan tujuan berpikir adalah kehidupan. Upaya untuk memahami pengalaman yang dihayati secara konkret, historis dan menghasilkan makna serta melawan citra manusia mekanistis yang disokong oleh positivisme. 
Jika pada akhirnya satu-satunya aktivitas individual yang sungguh-sungguh penting ialah pencarian akan makna kehidupan, maka apa pun menurut Lebensphilosophie yang memberikan kontribusi terhadap upaya pencarian itu merupakan sesuatu yang bernilai dan apa pun yang tidak memberikan kontribusi terhadap upaya itu merupakan sesuatu yang tidak perlu dipedulikan dengan penuh perhatian.

01 November 2015

MANUSIA VISIONER

Sudah lama saya mengamati dan memikirkan beberapa masalah terkait dengan sikap seseorang dalam menghadapi kehidupan. Pertama, saya melihat ada seseorang yang enjoy dalam menjalaninya. Sangat menikmati setiap detik kehidupannya dalam kegembiraan. Menikmati pekerjaan dan sangat detail dalam memenuhi macam kebutuhan sehari-hari. Peduli pada menu makanan, style pakaian, perkembangan model kendaraan, trend perhiasan, model gadget dan lain-lain. Tertarik pada pesta dan acara-acara seremonial. Larut dalam gosip selebritis dan konflik politik di media massa.
Kedua, saya juga melihat ada orang yang sepertinya tidak menemukan kesenangan pada hal-hal di atas. Tingkah lakunya seperti orang gelisah. Kalau diajak bicara sering tidak nyambung. Pandangannya kosong, dan hampa. Punya kecenderungan menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Jika menemukan tipe yang kedua ini mungkin kita akan mengatakannya sebagai orang yang sedang stres, ngengleng atau sedang mengalami depresi.
Tetapi belum tentu juga sih, bisa jadi dia sedang berada di alam lain yang levelnya lebih tinggi dari kita. Bisa jadi juga dia punya cara pandang terhadap kehidupan yang berbeda. Cara pandang yang unik terhadap fenomena-fenomena kehidupan di sekitarnya. Seperti belum mendapat kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat material. Selalu penasaran dan mempermasalahkan semua kejadian di sepanjang pergantian siang dan malam (fī ikhtilāf al-layli wa al-nahār). Tidak menemukan kesenangan terhadap ilmu-ilmu yang bersifat eksoteris. Selalu ingin lebih, lebih dan lebih...
Memang, terkait dengan orang yang kedua, di alam fenomenal tempat kita hidup ini, wujud dalam hakikat metafisiknya tidak dapat dipersepsi sebagaimana realitasnya. Fenomena tidak dapat dipersepsi oleh orang yang sedang tidur dan bermimpi mengenainya. Dunia ini adalah ilusi; ia tidak memiliki eksistensi hakiki. Merujuk kepada perkataan populer yang sering dinisbatkan kepada Sayyiduna Ali ibnu Abi Thalib, “Semua manusia tertidur (di dunia ini), setelah mati barulah mereka terbangun”, memberi pemahaman pada kita bahwa apapun yang dipersepsi seseorang di dunia ini sama saja dengan mimpi yang tampak pada orang yang sedang tidur. Sedangkan ‘mati’ sejatinya bukanlah kejadian biologis. Ia adalah kejadian spiritual yang memaksa tindakan manusia untuk membuang belenggu indra dan nalarnya (reason), melampaui dinding-dinding (alam) fenomenal dan menerawang jauh ke balik benda-benda fenomenal.
Apakah kiranya yang manusia lihat manakala dia bangun dari tidur fenomenalnya, membuka mata sejatinya dan menatap sekelilingnya? Saat itu, alam macam apakah yang akan dia amati? Gambaran alam yang dia amati dalam berbagai pengalaman mistisnya akan menjelaskan dan mendedahkan susunan metafisik-ontologisnya kepada kita. Yang mampu melakukannya adalah manusia yang telah mencapai misteri terdalam dari kehidupan.
Mereka adalah para manusia visioner. Secara alami mereka cenderung melihat visi-visi yang berada di luar jangkauan manusia biasa. Bagaimanapun, hal ini adalah pemahaman terdalam mengenai situasi yang ada, dan kebanyakan orang tidak menjangkaunya lantaran pada galibnya mereka percaya bahwa alam fenomenal adalah sesuatu yang kukuh secara material; mereka tidak menghayati sifat simbolis alam fenomenal ini.
Mayoritas orang hidup menempel dan meringkuk di tingkat wujud paling rendah, yakni (alam) benda-benda indriawi. Itulah satu-satunya alam eksistensi dalam kesadaran suram mereka. Baginya hanya tingkat wujud paling rendah ini -karena bisa diraba dan digenggam- yang nyata. Dan bahkan di tingkat ini, tidak pernah terpikir oleh mereka untuk menafsirkan bentuk-bentuk semua benda yang ada di sekeliling. Sesungguhnya mereka memang sedang tertidur.
Alam Citra sebenarnya senantiasa ada dan setiap saat mempengaruhi kesadaran manusia. Tetapi, manusia itu sendiri biasanya tidak menyadarinya di kala terjaga, lantaran pada saat itu benaknya terhalangi dan terganggu oleh gaya-gaya material atau simbol. Medan imajinasi membutuhkan jenis pengetahuan berbeda yang hanya dengan itulah manusia dapat memahami apa yang dimaksud melalui bentuk partikular itu.
Keadaan wujud duniawi adalah jalan mayoritas manusia dalam keadaan alamiah. Ia dicirikan dengan fakta bahwa manusia, dalam keadaan alamiahnya, sepenuhnya berada di bawah ayunan tubuhnya dan bahwa aktivitas benaknya dirintangi susunan fisik organ-organ jasmaninya. Dalam kondisi ini, sekalipun dia berupaya memahami sesuatu dan menangkap hakikatnya, objek itu tidak akan bisa tampak pada benak kecuali dalam deformasi yang dahsyat. Inilah keadaan ketika manusia seutuhnya dihijab dari hakikat esensial sesuatu. Padahal Intelek Murni (‘aql mujarrad) berfungsi pada tingkat ketika aktivitasnya tidak bisa dirintangi oleh semua hal yang bersifat jasmani dan fisik. Ini pula kenapa mereka sebagai manusia visioner meskipun kadang secara fisik menderita tetapi secara spiritual mereka bahagia. Wallahu a’lam

12 October 2015

MUSIBAH MEMBAWA HIKMAH




“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Al-Baqarah: 155)


Bisa saja seseorang mengajarkan materi tentang sabar setiap hari tetapi belum tentu dia bisa menjalani ketika musibah menimpanya. Karena teori dan praktik adalah dua hal yang berbeda. Teori bisa dipelajari di sekolah formal sedangkan praktik hanya bisa dilakukan di sekolah kehidupan. Bisa jadi seseorang lulus belajar dari ujian sekolah formal tetapi belum tentu lulus  dari ujian sekolah kehidupan.

Ujian sekolah kehidupan atau musibah merupakan alat ukur untuk menentukan siapa di antara hamba Allah yang punya kualitas kesabaran dan yang tidak. Allah tidak bertujuan buruk dalam menimpakan musibah ini kepada hamba-Nya dan tidak akan menyia-nyiakan keimanan mereka. Dalam ayat di atas Allah berfirman bahwa Dia mesti menguji hamba-Nya demi mencari tahu siapa yang kata-katanya bisa dipercaya dan siapa yang suka berdusta tentang laku kesabaran ini. Justru ketika hamba-Nya yang beriman tidak diuji dengan musibah atau hanya mengalami kehidupan yang tenang dan senang kesabarannya masih belum terbukti dan masih bisa diragukan.

Bentuk ujian dari Allah itu bermacam-macam. Pertama, Allah akan menguji hamba-Nya dengan sedikit rasa takut. Rasa takut yang menelusup di hati bisa disebabkan oleh musuh atau kejadian-kejadian yang mengancam kehidupannya. Dalam pergaulan seseorang tidak mungkin bisa menghindar dari gesekan kepentingan dengan sesama atau mungkin saja dia melakukan sebuah kesalahan tanpa sengaja yang merugikan orang lain. Jika rasa takut seperti ini tidak segera diatasi lama kelamaan akan mengganggu kondisi kejiwaan seseorang (paranoid).

Kedua dengan sedikit rasa lapar. Manusia tidak selalu berada di atas. Suatu saat dia bisa mengalami krisis dan berada di bawah. Dia mengalami keterpurukan dan kesulitan finansial yang menyebabkannya tidak mampu menghidupi atau memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Kondisi yang demikian bagi sebagian orang bisa mendorongnya untuk berbuat nekat atau melakukan hal-hal yang dilarang agama.

Ketiga, berkurangnya harta dalam berbagai bentuknya. Seperti kerugian yang disebabkan oleh bencana alam yang tak terduga, hutang yang mencekik, kerugian perdagangan, kehilangan harta maupun perampasan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan sebagainya. Untuk kekurangan atau kelaparan dirinya mungkin seseorang masih bisa bertahan. Tetapi belum tentu dia bisa bertahan melihat kekurangan dan kelaparan orang-orang yang disayanginya. Melihat isterinya yang tidak pernah berganti pakaian atau melihat anak-anaknya yang kebutuhan gizinya tidak tercukupi bisa jadi akan memunculkan pikiran-pikiran jahat di dalam benaknya.

Di samping itu, yang keempat, manusia juga diuji dengan gangguan kesehatan dan kematian. Kematian orang-orang yang dicintainya, anak-anak, saudara, sahabat atau anggota keluarga lain, atau karena sebab penyakit yang mendera mereka. Melihat seseorang yang semula sehat tak kurang suatu apa kemudian digerogoti penyakit yang membuatnya kurus kering lemah tak berdaya di atas pembaringan bisa mendatangkan kesedihan dan mengganggu konsentrasi dalam bekerja.

Kelima, gagalnya pertanian yang menghabiskan biaya besar atau jatuhnya harga panenan di pasar yang berakibat pada kerugian. Apalagi jika seseorang itu pekerjaannya hanya bertani dan masih belum diberi keberhasilan di bidang tersebut maka dampaknya pada perekonomian keluarga besar sekali. Saya sering melihat keluarga di kalangan orang seperti ini mengalami hidup di bawah standard kelayakan.

Nah, perkara-perkara di atas mesti terjadi dalam kehidupan manusia. Hal itu sudah dikabarkan Allah lewat kitab suci dan terjadi dalam kehidupan nyata. Ujian kehidupan seperti itu akan membagi manusia menjadi dua golongan: golongan orang yang berkeluh kesah dan golongan orang yang bersabar. Golongan orang yang berkeluh kesah akan tertimpa dua musibah. Pertama, penderitaan karena musibah itu dan yang kedua kehilangan sesuatu yang justru nilainya lebih besar dari musibah itu sendiri, yaitu pahala dari melaksanakan perintah Allah untuk bersabar. Di samping jatuh dalam penderitaan dan kesengsaraan dia juga mengalami resistensi keimanan dalam bentuk hilangnya sikap sabar, ridha dan syukur. Pada akhirnya justru dia akan mendapat murka dari Allah.

Sedangkan bagi orang yang dianugerahi kemampuan untuk bisa bersabar atas ujian kehidupan maka dirinya akan terhindar dari kemurkaan Allah, bahkan memperoleh pahala dari-Nya. Pahala yang diperolehnya jauh lebih besar nilainya daripada penderitaan akibat musibah yang dialami. Bahkan musibah itu menjadi anugerah kenikmatan baginya, karena menjadi jalan bagi tercapainya apa yang jauh lebih baik dan bermanfaat dari musibah itu sendiri. Yaitu menjalankan perintah Allah SWT dan memperoleh pahala atasnya.

Rangkaian ujian kehidupan di atas persis seperti yang dialami oleh anak sekolah yang melaksanakan ujian akhir. Pilihannya ada dua, lulus atau tidak lulus. Bagi yang lulus akan mendapatkan ijazah untuk melanjutkan pengembangan diri pada jenjang selanjutnya. Sampai akhirnya bisa menggapai apa yang dicita-citakannya. Sedangkan bagi yang tidak lulus kalau tidak segera melakukan introspeksi dan memperbaiki diri akan terpuruk dan gagal dalam kehidupan. Wa Allahu a’lam.


22 September 2015

IKHWĀN AL-SAFĀ`: PERSAUDARAAN RAHASIA


Illuminati dan Freemason adalah bentuk dari persaudaraan rahasia yang tidak asing lagi bagi kita. Kita sering membacanya dalam novel-novel yang bertemakan konspirasi. Kita juga mudah mendapatkan informasi terkait waktu browsing di internet. Illuminati dan Freemason adalah organisasi rahasia yang dibentuk untuk menciptakan New Order (Tatanan Dunia Baru) yang bertujuan membentuk tatanan dunia sesuai dengan keinginan mereka. Adanya berbagai penyebab kejadian atau peristiwa di dunia pun sering dialamatkan pada konspirasi mereka dengan identitas yang selalu menjadi sebuah rahasia.

Berkaitan dengan persaudaraan rahasia, di dalam sejarah umat Islam juga dikenal sebuah persaudaraan yang bernama Ikhwān al-Safā` yang berada di kota Baghdad pada masa kejayaan dinasti Abbasiyah. Mereka menyebut dirinya dengan Ikhwān al-Safā` atau Saudara Kemurnian/Kesucian karena tujuan finalnya adalah mencapai kebahagiaan abadi melalui tolong-menolong antar anggota atau saudaranya, dan cara lain lagi, secara khusus melalui pengetahuan yang menyucikan jiwa. Mereka disebut juga sebagai kelompok kaum terpelajar yang mempunyai obsesi mulia memperjuangkan terwujudnya kesucian, baik menyangkut ajaran (teoretis) maupun amal-perbuatan (praktis) dalam rangka mencapai kebahagiaan abadi dengan penekanan pada perlunya persaudaraan dan sikap saling menolong sesama sebagai jalan pencapaiannya.

Ciri khas Ikhwān al-Safā` memang merahasiakan identitas diri dan gerakannya, dan atau bahkan ajarannya. Ikhwān al-Safā` memberikan alasan, bahwa penyembunyian rahasia-rahasia itu bukanlah dikarenakan mereka takut terhadap para penguasa duniawi ataupun gangguan dari masyarakat awam yang mereka sebut sebagai Ikhwān al-Kadar wa al-Shaqā` (Saudara-saudara Kekeruhan dan Kemalangan) atau orang-orang yang tidak mampu mengambil faedah dari bukti-bukti dan tanda-tanda logis, melainkan karena bermaksud menjaga karunia Tuhan (ajaran yang dibawanya) yang diberikan kepadanya.

Ikhwān al-Safā` sendiri, di dalam Rasā`il Ikhwān al-Safā`, pernah menegaskan bahwa dekadensi moral dan kejahatan pada masa itu telah mencapai puncaknya, yang tidak saja menjangkiti masyarakat tertentu, tetapi sudah menjalar pada hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk ulama dan kalangan elit politik.

Gejala sosial-politis yang dekaden ini hampir dapat dipastikan berkaitan erat dengan semangat dan pemikiran Ikhwān al-Safā` yang memberikan prioritas utama atas perbaikan moral-spiritual umat Islam lewat penyucian jiwa, yang sekaligus hal ini baginya menjadi prasyarat mutlak untuk terbentuknya tatanan sebuah masyarakat ideal (New Order) sebagai yang Ikhwān al-Safā` kehendaki. 

Kalau kita perhatikan eksistensi persaudaraan ini jelas sangat berbeda dengan berbagai organisasi atau persaudaraan yang umumnya dibentuk hanya untuk meraih kepentingan politik atau kepentingan duniawi lainnya. Di mana perbuatan menghalalkan cara untuk mencapai tujuan seperti memfitnah, menelikung dan membunuh karakter seseorang menjadi suatu kewajaran.

Bukanlah karena kepentingan duniawi seperti uang, jabatan atau karir itu tidak penting, tetapi kehidupan tidak seharusnya berputar-putar sekitar itu saja. Tidak adakah sesuatu yang lebih mulia yang layak dan perlu kita perjuangkan? Tidak adakah sebuah kedamaian dalam dunia yang hingar bingar penuh dengan persaingan tidak sehat, kompetisi tiada henti, pameran dan pembuktian diri di semua lini kehidupan?

Setidak-tidaknya sih bagi saya harus ada satu atau dua organisasi atau persaudaraan yang bisa menjadi penyejuk di antara kelompok-kelompok yang berpesta pora dalam dekadensi moral. Sebuah persaudaraan rahasia seperti Ikhwān al-Safā` ini mungkin bisa menjadi solusi. Karena kerahasiaan bisa menjadi jawaban bagi meluapnya nafsu-nafsu pengakuan diri di hadapan khalayak ramai.