Kemampuan,
kejujuran, keandalan, budi pekerti yang baik dan sikap moral sering ditemui di
kalangan orang-orang yang tidak bicara agama. Sekarang sebagaimana sebelumnya,
doktrin agama diterima berdasarkan kepercayaan dan didukung oleh tekanan
eksternal, dibenahi secara bertahap di bawah pengaruh pengetahuan dan
pengalaman hidup yang berkonflik dengannya. Seseorang sangat sering menjalani
hidup dengan membayangkan bahwa ia masih menganut secara kukuh doktrin agama
yang diajarkan padanya semasa kecil, sedangkan faktanya pada masa kini tak ada
bekasnya lagi. Jika keyakinan bagi mereka adalah cara mencapai
tujuan secara harfiah, maka tentunya itu bukan keyakinan.
Perasaan
skeptisku terhadap doktrin menjadi suatu kesadaran pada usia yang sangat dini. Kupelajari
semua ’kebenaran’ yang bisa kupelajari, apapun yang ’dilemparkan’ kehidupan di
jalanku. Serta membiasakan diri terhadap daya tahan dan kesabaran
dengan bermacam kekurangan.
Apa yang kulakukan ketika
mencari jawaban tentang kebenaran dalam lembaga-lembaga pendidikan formal? Aku
ingin tahu mengapa aku hidup dan untuk maksud ini, kupelajari semua yang berada
di luar diriku. Jelaslah, aku menghabiskan
23 tahun, tapi tak ada pengetahuan tentang apa yang kubutuhkan.
Apa
yang kulakukan ketika kucari jawaban dalam bacaan-bacaan filosofis? Aku
mempelajari pemikiran-pemikiran mereka yang telah menemukan diri mereka. Dalam
pandangan yang sama denganku, jelaslah aku mungkin tak mempelajari apapun
melainkan apa yang kutahu tentang diriku sendiri yaitu tak ada yang bisa
kuketahui. Siapakah aku? Bagian dari yang tak terbataskah? Dalam sedikit
kata-kata itu, terletak keseluruhan masalah. Pertanyaan yang begitu sederhana
dan keluar dari lidah setiap anak bijak. Sejak manusia tercipta, relasi antara
yang terbatas dengan yang tak terbatas telah dicari dan dinyatakan.
Alasan
pertama keraguanku adalah aku mulai memperhatikan bahwa para tokoh agama sama
sekali tidak sesuai dengan diri mereka sendiri. Saling mengumbar kebenaran,
padahal terhadap pertanyaan paling sederhana tentang kehidupan: apa yang baik
dan yang buruk, mereka tidak bisa fokus bagaimana menjawabnya. Mereka semua tak
saling mendengarkan. Sebaliknya bicara bersamaan, kadang saling mendukung dan
memuji agar ganti didukung dan dipuji. Kadang jadi marah satu sama lain- persis
seperti di rumah sakit jiwa. Selalu marah bahwa mereka tak mendapat cukup
perhatian. Seperti semua orang gila, menyebut semua orang adalah gila kecuali
dirinya sendiri.
Perdebatan
tentang kebenaran hanya berhasil dalam menyembunyikan ketidaktahuan mereka dari
satu sama lain. Aku melihat apa yang mereka bagikan sebagai keyakinan tak
menjelaskan makna kehidupan. Sebaliknya mengaburkannya. Mereka sendiri
mengukuhkan keyakinan bukan untuk menjawab pertanyaan soal kehidupan yang dapat
membawaku pada keyakinan, tapi untuk beberapa tujuan lain yang asing bagiku.
Pekerjaan
otoritas-otoritas agama dalam mendakwahkan kebenaran adalah untuk melindungi otoritas
kekuasaan yang diwariskan secara turun temurun. Kualihkan perhatianku pada apa
yang dilakukan atas nama agama dan aku merasa geli sekaligus ngeri. Aku hampir
menyangkal otoritas itu sepenuhnya. Hubungan kedua antara otoritas keyakinan
dengan soal kehidupan adalah berkaitan dengan perang dan eksekusi.
Kuingat
perasaan menyakitkan terhadap ketakutan akan jatuh kembali ke dalam keadaan
putus asa seperti sebelumnya, setelah harapan yang sering kualami dalam
pergaulanku dengan mereka. Makin banyak doktrin yang mereka jelaskan padaku,
makin jelas aku merasakan kesalahan mereka dan menyadari harapanku untuk
menemukan penjelasan tentang makna kehidupan dalam keyakinan mereka adalah
sia-sia.
Bukan
bahwa dalam doktrin mereka, mereka mencampurkan banyak hal yang tak perlu dan
tak masuk akal dengan kebenaran-kebenaran agama. Itu bukan hal yang meresahkanku.
Aku resah oleh fakta bahwa hidup orang-orang ini, seperti hidupku, demikian tak
sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka paparkan dalam ajaran mereka sendiri.
Aku
merasa mereka menipu diri sendiri dan mereka, sama sepertiku, tak menemukan
makna kehidupan lainnya selain menjalani hidup selama kehidupan berlangsung dan
dunia masih berputar. Aku melihat ini karena jika mereka punya makna yang
menghancurkan ketakutan akan kehilangan, penderitaan dan kematian, mereka tak
kan takut pada semua ini.
Tak
ada argumen yang bisa meyakinkanku tentang kebenaran akan keyakinan mereka. Kecuali
perbuatan-perbuatan yang bisa menunjukkan
bahwa mereka melihat suatu makna dalam kehidupan, yang membuat apa yang sangat
menakutkan bagiku –kemiskinan, penyakit dan kematian- dan tak menakutkan bagi
mereka, bisa meyakinkanku.
Sangat
berlawanan dengan cara orang-orang di lingkungan terdekatku (mereka orang-orang
sederhana, orang-orang biasa) dalam hal mensikapi nasib karena kehilangan dan
penderitaan. Mereka menerima penyakit dan duka cita tanpa kebingungan dan menentang.
Dengan diam dan keyakinan kokoh bahwa semua itu akan baik-baik saja. Mereka
tahu makna kehidupan dan kematian, bekerja diam-diam, menerima kehilangan dan
penderitaan serta menjalani hidup dan mati dengan memandang semua itu bukan
sia-sia melainkan biasa.
Orang-orang
kaya dan terpelajar, bukan hanya menjadi sangat tidak kusukai tapi kehilangan
semua makna di mataku. Semua tindakan, diskusi, buku akademis dan jurnal
ilmiah, menampilkan diri padaku dalam bentuk yang lain. Kupahami semua itu
hanya kemanjaan diri dan tak mungkin menemukan makna di dalamnya. Sedangkan
hidup semua manusia biasa itu, semua orang yang menghasilkan kehidupan, bagiku
memiliki makna yang sebenarnya. Kupahami bahwa itulah hidup itu sendiri dan
makna yang diberikan pada hidup itu adalah kebenaran dan aku menerimanya.
Aku
berhenti ragu dan menjadi yakin sepenuhnya bahwa tak semua benar dalam otoritas
kebenaran yang kutemui. Semua orang punya pengetahuan tertentu tentang
kebenaran. Dalam keyakinan orang-orang, kebohongan juga bercampur dengan
kebenaran. Betapapun mungkin tampak liar bagi pikiran lamaku yang mapan tapi
itu satu-satunya harapan ketenangan. Hal itu harus diperiksa dengan penuh
perhatian dan hati-hati agar bisa memahaminya.
Bahwa
ada kebenaran dalam otoritas itu bagiku tak bisa diragukan, tapi juga pasti ada
kebohongan di dalamnya. Aku harus menemukan apa yang benar dan yang salah, dan
harus membebaskan yang satu dari lainnya. Aku akan mengerjakan tugas ini.
Kebohongan yang kutemukan dalam ajaran itu dan yang kutemukan tentang kebenaran
serta terhadap kesimpulan yang kuperoleh akan membentuk bagian-bagian pekerjaan
ini berikutnya. Jika hal itu berharga dan jika anak keturunanku
menginginkannya, suatu hari mungkin akan jadi monumen.
nice post pak..
ReplyDeleteThanks Brother..
ReplyDelete