27 February 2009

PNS: Jangan Hanya Mengandalkan Gaji


Ketika menjadi PNS pada tahun 2003, pertama kali yang saya pikirkan adalah menutup angsuran untuk kebutuhan hidup sebelum menjadi PNS. Dengan waktu yang habis untuk rutinitas pekerjaan, otomatis yang terpikir pada waktu itu adalah bekerja keras untuk menutup angsuran. Ketika ada kenaikan gaji, merupakan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan yang selama ini belum terpenuhi. Sehingga saya merasa dikejar-kejar angsuran yang tak kunjung selesai. Ketika dana tidak mencukupi sedangkan kebutuhan hidup menuntut untuk segera dipenuhi maka jalan satu-satunya adalah ngirit dan menahan diri.

Hal seperti itu akhirnya mendorong saya untuk membuka pikiran. Pertama yang saya lakukan adalah mengamati pola berpikir para pedagang. Saya ingin tahu, kenapa para pedagang atau para businessman itu begitu mudah memenuhi kebutuhan baik primer, sekunder maupun tersiernya. Yang kedua, saya masuk kedalam sebuah MLM dengan tujuan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan edukasi maupun motivasinya. Ketiga, saya membeli buku-buku bisnis untuk membuka cakrawala pemikiran, mungkin banyak hal-hal yang selama ini tidak pernah saya pikirkan.

Yang pertama adalah para pedagang selalu memegang uang yang terus berputar dan sebagian ditahan. Uang yang berputar untuk memperlancar sirkulasi barang dagangan, sedangkan uang yang ditahan ditujukan untuk membeli asset dan investasi. Kedua, di Multi Level Marketing saya mempelajari tentang penjualan, membangun motivasi, bekerja dalam tim dan kerja keras. Sedangkan yang ketiga dari buku saya mendapatkan pemahaman bahwa bisnis yang sukses secara umum berasal dari minat yang besar terhadap bidang tertentu, fokus dan kerja keras. Kiyosaki dalam bukunya The Cashflow Quadrant membagi penghasilan manusia menjadi dua, kuadran sebelah kiri adalah employee (seseorang yang bekerja untuk orang lain) seperti karyawan perusahaan, PNS, atau buruh. Kemudian self-employee (pekerja lepas) seperti pengacara, dokter, konsultan dan pengkhotbah/muballigh. Sedangkan sebelah kanan terdiri dari business owner (pemilik usaha yang mendelegasikan aktifitasnya pada sebuah sistem) dan investor (penanam modal). Kiyosaki menyarankan kita untuk berada di posisi kuadran kanan karena itu merupakan jalan menuju keamanan finansial atau bahkan kebebasan finansial.

Bisa jadi seseorang berada sekaligus di kedua kuadran. Pegawai negeri sipil sebagai profesi sekaligus sebagai seorang pemilik usaha/bisnis atau investor. Karena menurut Kiyosaki, dalam bukunya, lebih baik berdiri dengan dua kaki daripada dengan satu kaki karena akan mudah terjatuh. Mungkin PNS adalah profesi kita, tetapi jangan lupa kita harus mempunyai bisnis yang dijalankan oleh orang yang kita gaji atau kita mendapat penghasilan yang kita peroleh dari investasi yang kita tanam di berbagai tempat. Hasil dari itu semua kita gunakan untuk semakin memperbesar aset dan investasi kita. Sehingga pada akhirnya kita akan sampai pada kebebasan finansial.

Usaha yang saya lakukan, pertama kali saya menemukan bahwa saya senang dengan kegiatan keilmuan, maka hal itu harus ditekuni dengan mengikuti seminar, workshop atau mungkin dengan melanjutkan pendidikan atau dengan kata lain investasi pendidikan. Dengan jalan seperti itu, secara tidak terduga sering ada pemasukan finansial selain dari gaji sebagai PNS.

Langkah kedua, dengan waktu mengajar yang dua hari berarti di luar itu banyak waktu untuk mengembangkan usaha sesuai dengan minat saya. Karena usaha yang optimal adalah yang sesuai dengan bakat dan minat kita, kalau kita bakat dagang seharusnya ke pasar, kalau bakat berkomunikasi mungkin mengembangkan usaha pemasaran atau event organizer, pun jika kita berbakat dalam bidang pendidikan lebih baik mengembangkan sebuah lembaga pendidikan yang prospektif. Jangan sebaliknya, bakat jadi broker tetapi menangani sebuah pesantren, kemungkinan mudharatnya akan lebih besar.

Ketiga, menginventarisir aset yang saya miliki dan menjadikannya lebih produktif. Misalnya tanah, segera disertifikatkan, supaya dalam keadaan tertentu bisa menjadi agunan. Disamping itu bisa ditanami tanaman yang menghasilkan dengan cara mempekerjakan orang lain. Sedangkan aset bangunan, sebaiknya dimodifikasi menjadi bentuk tempat usaha.

Keempat, memberi pendidikan finansial sedini mungkin kepada anak-anak, supaya kelak dapat meneruskan apa yang sudah saya usahakan sekarang sekaligus dapat mengembangkan. Dengan langkah-langkah seperti itu, sekarang apabila ada kebutuhan hidup yang harus segera dipenuhi, pikiran yang terbersit pertama kali di benak saya bukanlah menahan diri, tetapi bagaimana caranya saya bisa memenuhi kebutuhan itu. Dengan demikian, lambat laun keluarga bisa lebih “terhidupi”, di samping ada hal lain yang juga perlu “dihidupi” yaitu masjid, TPQ, Diniyah dan SMP.

LITERATUR KLASIK


Kitab ini sekitar tahun 1997 saya temukan di pogo (tempat untuk menyimpan barang yang sudah tidak terpakai) di atas dapur rumah Bude saya di desa Patokpicis, bersamaan dengan kitab-kitab lain yang dimasukkan ke dalam karung. Memang sebelumnya saya berniat mencari kitab-kitab peninggalan kakek saya, siapa tahu ada yang masih bisa saya baca. Dari sekian kitab-kitab yang ada, satu ini yang menarik perhatian saya. Kitab-kitab yang lain masih banyak yang bisa ditemukan di toko-toko kitab, tetapi yang satu ini saya yakin sudah tidak ada stocknya di toko kitab manapun.
Kitab ini terdiri dari tiga bagian, bagian pertama berjudul Idhoh Asrari Ulum al-Muqarrabin (Penjelasan tentang Rahasia Ilmu Orang yang dekat kepada Allah) ditulis oleh Syekh Muhammad ibn Abdillah ibnu Syekh al-Idrus Ba Alwi. Isinya tentang ajaran tasawuf khususnya yang berkenaan dengan gerak-gerik hati sesuai dengan pengalaman spiritual penulisnya.
Yang kedua berjudul al-Kibrit al-Ahmar (Belerang Merah) ditulis oleh al-Arif Billah Syekh al-Habib Abdullah ibnu Abi Bakr al-Idrus yang berisi tentang ajaran tasawuf khususnya yang berkenaan dengan Maqamat dan Ahwal.
Sedangkan bagian yang ketiga berjudul Ghayatul Qurab fi syarhi Nihayah al-Thalab (Tujuan Orang yang Dekat kepada Allah mengenai Akhir Pencarian) yang ditulis oleh Waliyyullah al-Syarif al-Habib Muhyiddin Abdul Qodir ibnu Syekh al-Idrus yang berisi tentang tata cara wusul kepada Allah.
Dari ketiga bagian itu yang paling menarik bagi saya adalah yang pertama, karena terlihat dari paparannya betul-betul merupakan pengalaman spiritual dari penulisnya atau sering disebut dengan al-Ilmu fi al-Sudur (Ilmu adalah apa yang ada di dalam hati). Sedangkan dua bagian lainnya lebih merupakan al-Ilmu fi al-Sutur (Ilmu yang ada di dalam tulisan) yang bisa ditemukan di literatur kebanyakan. Lebih istimewa lagi, di bagian pertama itu banyak terdapat jawaban-jawaban dari apa yang menjadi pemikiran saya selama ini.
Kondisi dari kitab ini sudah parah, dipinggir halamannya sudah banyak yang remuk, sehingga beberapa hari yang lalu kitab ini saya fotokopi jadi empat kali dan saya beri cover hijau tua dan merah tua dengan tulisan judul berwarna emas. Bagi pembaca yang menginginkan bisa menghubungi saya.