17 February 2013

BAHASA KITAB SUCI





Dalam beberapa ayat, al-Quran menyatakan dirinya turun dengan media bahasa Arab yang fasih. Hal ini didasarkan atas kelebihan bahasa Arab, yaitu kekayaan kosakatanya (untuk satu benda bisa mempunyai ratusan kosa kata yang masing-masing pemakaiannya dapat menimbulkan nuansa tertentu dalam benak seseorang), keragaman nuansa dan tingkatan makna yang dapat dikandungnya, akurasi makna, efisiensi ekspresi, keindahan sastrawi, keteraturan dan keluasan pola derivasi kata dan keindahan ritmenya sehingga mudah diucapkan, dihapalkan, dan enak diperdengarkan.
Orang yang mempelajari bahasa Arab juga akan segera mengetahui kelebihan bahasa kitab suci ini, yaitu karakteristik retorisnya yang mengagumkan dalam pemilihan kosakata, diksi, redaksi, permisalan, bentuk janji dan ancaman, dan lain-lain yang menimbulkan ketakutan dan harapan. Aspek lainnya juga adalah redaksi yang singkat namun kaya makna dan dapat dikembangkan oleh setiap individu dan kelompok manusia di setiap masa.
Al-Quran juga banyak menampilkan tamsil atau perumpamaan, agar pesan yang disampaikannya memberi kesan yang mendalam. Dapat dipahami beragam kalangan (dari segi usia, bahasa, suku, watak, dan sebagainya) dan dapat menampung pelbagai kemungkinan dan tingkatan makna (bergantung pada kedalaman ilmu dan kekayaan wawasan/pengalaman). Allah menampilkan seluruh perumpamaan bagi segala sesuatu. Dan perumpamaan itu hanya dapat dipahami oleh orang yang mendalami ilmu bahasa.
Bisa jadi seseorang membaca bentuk al-Quran dengan benar atau bahkan menghafalnya, tetapi mungkin ia tidak mempunyai satu petunjukpun tentang maknanya. Ada kata-kata yang tak terhingga di dalamnya dan al-Quran diturunkan sesuai dengan kapasitas pencarinya. Semakin bertambah banyak pengetahuan penafsir tentang rahasia wujud dan jiwa manusia maka akan bertambah pula kemampuannya membuka eksplorasi teks al-Quran.
Bidang-bidangnya sungguh subur dan mengandung sekian banyak hal yang tak terpikirkan oleh manusia. Al-Quran mampu mengombinasikan bahasa yang tersirat dan tersurat dan juga dapat menjangkau akal dan perasaan sekaligus. Hal itulah yang tak mampu dilakukan sastra atau karya tulis manusia.
Pola susunannya unik dan sama sekali belum dikenal dalam tradisi sastra Arab pada waktu itu. Dengan struktur seperti inilah al-Quran telah keluar dari konteks perkembangan stilistika susastra Arab Jahili sebagaimana terekam dalam syair, prosa, khutbah, dan mantera-mantera tukang sihir di kalangan mereka. Buktinya para ahli sastra dan cendekia Arab Jahili tertegun dan sulit mengategorikannya dalam varian susastra yang mereka kenal.
Harmoni dalam setiap al-Quran tersusun dalam bentuk yang sempurna, dengan gaya bahasa yang sangat indah, yang tidak dapat diketahui oleh orang yang belum dalam perasaannya dan matang pengamatannya. Karena keterbatasan wawasannya akan membatasinya dalam memahami teks al-Quran. Hal ini menjadikannya berada di atas waktu dan dibalik sejarah. Ia tetap tak tersentuh oleh temperamen manusia dan perubahan waktu. Al-Quran telah menutupi historisitasnya dengan indah, yaitu melalui cara transendensi yang melampaui sejarah di dunia ini secara keseluruhan.
Setiap terjemahan ke bahasa lain, pengalihan, atau perubahan akan menghancurkan karakteristik dan keunikan tersebut. Karena bahasa itu tidak netral; di dalam masing-masing bahasa terdapat berbagai pra-anggapan dan asumsi kultural dari keseluruhan tradisi masyarakatnya, demikian menurut Jacques Derrida. Oleh sebab itu terjemahan al-Quran dalam berbagai bahasa selalu menyertakan teks aslinya dalam bahasa Arab yang dipakai pada masa Nabi supaya selalu menjadi rujukan kembali bagi terjemahan tersebut demi menjaga maknanya agar tetap utuh. Karena tidaklah mungkin untuk menaruh batasan pada ketakterbatasan makna dengan mengklaim bahwa ini adalah arti yang pasti atas kata, ayat atau surah manapun dari sebuah kitab suci .