”Yang tidak mencari, tidak akan pernah menemukan”
Manusia menemui banyak halangan untuk menyadari dirinya sendiri, mudah
mengalami alienasi dan diskontinuitas. Merasa jauh dengan aspek terdalam dari
diri mereka sendiri. Ketidakmampuan berdialog dengan diri ini
telah membuat seseorang nyaris hidup sebagai the others atau
menjadi ‘yang lain’. Peran-peran sebagai ’yang lain’ ini terus mereka mainkan
sepanjang waktu sehingga mereka makin tersesat dengan situasi yang konon
bersifat ilusif, delusif serta gagal di dalam mengalami emosi yang mereka
miliki.
Terlalu banyak pengaruh eksternal yang mempengaruhi kehidupan. Alih-alih,
mereka diporakporandakan secara tidak sadar oleh berbagai filsafat ilmu (epistemology)
yang berbeda bahkan bertolak belakang saat mempelajari mata pelajaran di
sekolah dasar dan menengah kemudian diperparah oleh perguruan tinggi dan
pelatihan-pelatihan profesional. Siapapun tidak dapat belajar selama
bertahun-tahun dan kemudian tidak tersentuh oleh apapun yang telah dia
pelajari. Inilah rintangan utama dan penghambat pemulihan kesadaran murni
manusia.
Selanjutnya, pada level kemasyarakatan, pengaruh sistem dan tekanan
birokrasi pemerintah menyebabkan seseorang kehilangan kemandirian intelektual
dan peniruan buta mereka terhadap norma-norma yang dipersonifikasikan dalam
ideal-ideal, pranata-pranata, struktur-struktur dunia modern yang dingin, kaku
dan tanpa hati. Di antara bentuk rintangan-rintangan ini adalah politisasi
komunitas, penulisan sejarah, interpretasi monolitik atas ajaran-ajaran agama
dan ketundukan tak sadar mereka terhadap pengajaran ideologis para pemuka agama
dan sebagainya.
Louis Althusser seorang filosof Aljazair tidak hanya melihat bagaimana
struktur besar seperti pendidikan, ekonomi, negara (beserta perangkatnya) serta
agama berpengaruh terhadap individu dalam kehidupannya di dunia. Lebih mendasar
lagi, ia mengkaji bagaimana sejak tangis pertama bayi di dunia pengaruh
struktur sudah mulai ditanamkan di sana.
Jalan kehidupan semakin terlihat bercabang-cabang, menyeruak benak diliputi
kegelapan. Kemudian pertanyaannya di manakah jalan yang satu dan lurus itu? Jawabannya
adalah sesungguhnya ia seperti cahaya yang tergenggam tangan ajaib. Maka, hanya
ketika tangan ajaib itu bermurah hati sajalah seseorang bisa sungguh-sungguh
beruntung dan melihatnya.
”Tunjukilah kami jalan yang lurus”
(Pembukaan: 6)
No comments:
Post a Comment