Dulu, tepatnya pada tanggal 05 September tahun 1995 saya
membeli sebuah buku tipis yang berjudul Rubaiyat Omar Khayam. Buku tersebut
berisi kumpulan puisi-puisi empat baris Omar Khayam, seorang filosof, penyair
dan ahli matematika dari Persia. Buku itu, sampai sekarang masih berulang kali
saya baca karena suka dengan gaya skeptis puisinya (persis seperti karakter
saya yang juga skeptis hehehe..).
Di balik bait-bait puisi skeptisnya tersembunyi kepastian
absolut intuisi intelektual. Tersembunyi kekalutan ruhaninya dalam menghadapi
merajalelanya kekacauan sosial. Tertutur pengalaman spiritualnya bercampur
dengan kondisi kemunafikan masyarakat di mana dia hidup. Semua termampatkan
dalam susunan kwatrin (rubaiyat/puisi empat baris) dengan indahnya.
Puisi-puisinya penuh dengan simbol-simbol yang justru
sering disalahpahami orang sebagai bentuk hedonisme dan pemujaan terhadap
erotisme. Terkait hubungannya dengan simbol-simbol seperti anggur, kekasih,
pipi tulip dan sebagainya. Padahal dalam khazanah puisi sufi atau puisi mistik semua
simbol-simbol itu merupakan lambang dari pengalaman spiritual atau kesatuan
mistis.
Dalam sufisme, puisi memang memainkan peran sentral,
khususnya dalam menyampaikan ajaran-ajaran yang tak bisa disampaikan secara
deskriptif. Dalam puisi-puisi kaum sufi, keselarasan antara pengalaman yang
transenden (berjarak) dan imanen (intim), antara yang kekal dan fana, antara komponen-komponen
kerohanian, psikis dan sensual, berpadu menjadi kesatuan yang memesona. Ungkapan-ungkapan
puitik merupakan perpaduan unik antara keadaan sejarah, lingkungan
sosial-budaya dan kualitas kejiwaan sang sufi sendiri.
Al-Quran sendiri kaya dengan simbol dan imajinasi, sangat
merangsang pencintanya untuk menulis puisi dan melakukan berbagai tafsir
puitik. Menurut Muhammad Iqbal, seorang filosof dari Pakistan, kitab suci umat
Islam itu tidak saja mengajarkan agar manusia belajar banyak dari pengalaman
empiris dan sejarah, melainkan juga belajar dari memperhatikan kenyataan lain,
yaitu pengalaman batin. Tanpa melebih-lebihkan, agaknya perpaduan pengalaman
batin, empiris dan sejarah itu menjadi sangat mungkin dalam puisi.
Sebagai media ekspresi, bagi pengalaman kerohanian dan
religius, puisi memiliki beberapa keuntungan. Sebagaimana mistisisme, puisi
memang terutama bertalian dengan pengalaman batin manusia yang dalam. Seperti
puisi atau pengalaman estetik, pengalaman mistik -di samping itu- juga sangat
personal dan unik, selain universal. Malah boleh dikatakan, pengalaman mistik
itu selalu memiliki kualitas puitik, dan
sebaliknya, pengalaman puitik atau estetik yang dalam juga memiliki kualitas
mistik.
Dalam puisi yang berhasillah, kepersonalan, keunikan, dan
keuniversalan itu bisa terpelihara dengan baik. Sehingga orang yang membacanya
akan memperoleh media yang tepat untuk meningkatkan kualitas jiwanya. Saya pun
demikian, untuk meningkatkan kualitas kejiwaan saya sangat suka membaca puisi,
khususnya puisi mistik, dan sesekali juga mencoba menuliskannya.
No comments:
Post a Comment