Kode
etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau
tata cara sebagai pedoman berperilaku. Sedangkan dari sisi fungsi, pada
dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi sebuah profesi. Di kalangan profesional kode etik merupakan
aturan yang tertulis, tetapi di kalangan masyarakat atau sebuah komunitas ada
juga ‘kode etik’ yang tidak tertulis.
Salah
satu contoh yang saya ambil dalam tulisan ini adalah kode etik yang tidak
tertulis di dunia perlayangan (dunia permainan layang-layang). Anak saya,
yang biasa dipanggil Acin mempunya hobi main layangan (layang-layang).
Layangan yang dimainkannya adalah tipe Layangan Sowangan yang masuk
dalam kategori privat.
Di
kalangan masyarakat penghobi memang ada dua jenis layangan yang disepakati
yaitu jenis layangan privat dan publik. Termasuk dalam kategori privat adalah
layangan sowangan dan layangan yang berekor. Layangan jenis ini tidak untuk aduan
tetapi untuk kesenangan pribadi. Benangnya pun bukan benang gelasan. Kode etiknya,
layangan ini tidak boleh disambit oleh layangan yang menggunakan benang gelasan
dan ketika jatuh tidak boleh diperebutkan. Berbeda dengan layangan publik yang
bentuknya standard dan menggunakan benang gelasan. Kalau sudah putus siapapun halal
untuk mengejar, mendapatkan dan memilikinya.
Ironisnya,
kemarin ketika Acin asyik bermain, layangan sowangannya jatuh. Ada pihak yang
memutus benang kemudian mengambilnya. Ketika Acin mencari dan meminta layangannya
yang jatuh oleh pihak yang mengambilnya tidak diperbolehkan. Bahkan, kalau
ingin mendapatkan layangannya kembali harus membayar uang tebusan sebesar Rp
10.000,-. Sudah jelas pihak pengambil dalam hal ini melanggar kode etik
perlayangan demi keuntungan pribadi. Karena ada pihak yang dirugikan maka
hubungan sosial menjadi kacau (chaos).
Membicarakan
masalah kekacauan atau chaos dalam konteks yang lebih luas, misalnya dalam
kehidupan bermasyarakat, (termasuk di dalamnya kehidupan berdagang,
berkeluarga, berorganisasi bahkan dalam kehidupan kriminal) tidak bisa
dilepaskan dari kode etik (baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang harus
dipatuhi. Pelanggaran terhadap kode etik ini akan menimbulkan konflik dan
berujung pada kekacauan sosial, perusakan sistem dan tidak adanya perlindungan
terhadap harkat dan martabat anggotanya. Tidak akan bisa dibedakan lagi mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas,
mana yang layak dan mana yang tidak layak.
Apabila
sudah seperti itu salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan meningkatkan
integritas dan kredibilitas para pelaku sosial dalam melaksanakan kode etik
bermasyarakat. Integritas menurut buku Tesaurus Bahasa Indonesianya Eko
Endarmoko bermakna kejujuran, ketulusan, akhlak dan karakter baik. Sedangkan
kredibilitas bermakna jaminan dan keterandalan. Dengan kedua sikap tersebut
diharapkan sebuah masyarakat bisa menjalankan kode etik dan fungsi pokoknya
sebagai komunitas kekerabatan bukan sebaliknya sebagai komunitas konflik dan perpecahan.
Cuma kemudian pertanyaannya adalah, dalam sebuah masyarakat, lebih banyak mana
jumlah pemegang kode etik dan pelanggarnya..? Atau, siapa yang akan menjadi
pemenang di antara keduanya..?