Pernah suatu saat, sewaktu sekolah
dulu, ketika akan mengerjakan soal fisika dan matematika di papan tulis ada
seorang teman yang selalu mengejek dan mengatakan pada saya, “Alah, paling
ora isa..”. Mendengar hal itu mental saya langsung jatuh meluncur deras ke
bawah, saya merasa terhina dan diliputi perasan tidak berharga. Kata-kata itu sangat menghunjam ke dalam hati saya sampai
sekarang. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena faktanya memang demikian.
Di kemudian hari, proses
kehidupan ternyata bisa berlaku sebaliknya. Beberapa teman saya yang dulu
dikenal pintar di kelas bahkan di sekolah serta bisa masuk perguruan tinggi
negeri terfavorit di kota
saya, sekarang dalam kondisi jobless dan mengutuki nasib. Ada juga teman saya yang
pandai ngaji dan sering mendapat hadiah karena paling sempurna hapalan dan
praktek ibadahnya sekarang menjadi pemburu nomor togel di kuburan-kuburan.
Sebenarnya bukan saya saja yang
mengalami nasib seperti itu. Kita mengenal beberapa tokoh ilmuwan dan penemu
terkenal seperti Albert Einstein, seorang penemu rumus teori relativitas E=MC²,
yang awalnya dikeluarkan dari sekolah lantaran dianggap bodoh. Ibu
Einstein bisa memaafkan kesulitan yang menimpa anaknya. Ia membimbing anaknya
dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Ia tidak membebani anaknya. Kelak, anaknya
menjadi ilmuwan terkenal yang sukses dan mengguncang dunia.
Berikutnya,
Thomas Alva Edison, ilmuwan cemerlang yang sewaktu kecil pernah dianggap
sinting gara-gara mengerami telur angsa ternyata di kemudian hari menemukan
lampu pijar. Untuk menciptakan lampu pijar, Edison telah melakukan 9.000
percobaan yang gagal. Untuk menciptakan aki ia telah mencoba lebih dari 50.000
kali percobaan. Ketika asistennya bertanya mengapa dia terus melakukan
percobaan lampu pijar, padahal sudah ribuan kali gagal, Edison mengatakan bahwa
ia tidak pernah gagal satu kalipun! Ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya
adalah menemukan ribuan benda yang tidak bermanfaat, yang tidak bisa dihindari
dalam proses penciptaan.
Sejak
10 tahun Edison sudah berjualan koran di kereta api sambil melakukan percobaan
dan telinganya tuli sebelah. Kurun waktu selanjutnya, dia tidak pernah mengubah
kebiasaan ini, seringkali sambil kerja, ia memikirkan penemuannya. Seumur
hidupnya, hanya ketika berusia delapan tahun dia memperoleh pendidikan resmi di
sekolah selama tiga bulan, lalu dikeluarkan dari sekolah dengan alasan karena
ia dinyatakan idiot, tidak mampu menerima pendidikan. Namun, ibu Edison tidak
menganggap demikian, maka dia sendiri memikul tanggung jawab atas masalah
pendidikannya dan tak bosan-bosannya menjawab pertanyaan yang diajukan Edison.
Kenyataan
membuktikan Edison bukanlah anak idiot, hanya cara dia memandang sesuatu dari
sudut yang berbeda dari anak-anak lain, dia suka mengamati dan menyelidiki.
Maka dari itu, keberhasilan Edison di kemudian hari tak bisa lepas dari jasa
ibunya. Seandainya saat Edison dikeluarkan dari sekolah, lalu ibunya kehilangan
kepercayaan terhadapnya, tidak memedulikan dan tidak mendidiknya, tentu
berakibat tragis, dia tidak akan menjadi ’Raja Penemu’ tersohor.
Penemuan
penting Edison dan Einstein tak terhitung banyaknya. Di antara yang berpengaruh
besar bagi perkembangan dunia adalah telepon, listrik, proyeksi film, dan
lain-lain, yang dapat kita nikmati buah penemuannya hingga hari ini. Mereka berdua
adalah ’Manusia Bodoh’ yang tidak berkecil hati serta banyak memberikan manfaat
bagi umat manusia.
”Jika kamu dianggap bodoh maka berbahagialah, karena hal
itu akan menghindarkan dirimu dari kesombongan intelektual dan akan mendorongmu
untuk semakin tekun mencari ke dalam demi menemukan pencerahan spiritual yang
sulit dicapai oleh seseorang yang hanya mengutamakan intelektualitas permukaan”.