Dunia
adalah apa yang kita pahami, demikian orang bijak mengatakan. John
Locke, seorang filosof Inggris, mengatakan apa yang langsung berhubungan dengan
kita –objek-objek pemahaman manusiawi- adalah gambaran-gambaran mental. Melalui
gambaran-gambaran mental inilah, kemudian, kita secara tidak langsung menyadari
akan ’keberadaan’ benda-benda di dunia ini.
Pandangan yang paling
menakjubkan berasal dari George Berkeley tentang prinsip-prinsip pengetahuan
manusiawi. Berkeley
berpendapat bahwa yang sungguh-sungguuh ada hanyalah pikiran-pikiran dan
ide-ide atau objek-objek dari pengetahuan manusiawi adalah ide-ide. Menurut
pandangan Berkeley, ide-ide tersebut ada tiga macam, yaitu (1) ide-ide yang
tercetak dalam pikiran melalui pengalaman sensorik, (2) ide-ide yang terbentuk
dengan memperhatikan hasrat dan kerja-kerja pikiran, dan (3) ide-ide yang
diingat oleh memori atau imajinasi.
Pikiran-pikiran, dengan kata
lain, adalah yang memahami ide-ide, atau sederhananya adalah eksistensi dari
sebuah ide yang tercapai karena dipahami. Ide-ide hanya dapat ada dalam sebuah
pikiran yang memahaminya. Esse Est Percipe: ada karena dipahami...begitulah singkatnya. Keberadaan
segala sesuatu tergantung sungguh pada yang dapat memahaminya. Kita manusia memandang
dunia betul-betul hanya sekilas saja atau sambil lalu.
Apel,
kopi, meja, dinding, buku –semua benda yang kita pahami saat ini- adalah
kumpulan-kumpulan rasa, bau, pandangan, suara dan perasaan. Benda-benda itu
hakekatnya hanya ada di dalam pikiran yang memahaminya. Semua yang kita rasakan
adalah perasaan-perasaan yang kemudian menyusun persepsi dan persepsi sungguh
hanya menampilkan sesuatu yang kita pahami saja, selain itu tidak.
Kita
dapat mengambil distingsi Locke antara kualitas primer dan kualitas sekunder.
Ide-ide sekunder kita –rasa, bau, suara, perasaan, warna dan sebagainya- tidak
ada di dalam objek-objek itu sendiri tetapi dalam daya-daya yang menghasilkan
berbagai sensasi dalam diri kita. Maksudnya adalah, tidak ada sifat-sifat dari
objek-objek itu kecuali sifat-sifat yang tergantung pada pikiran, tidak sungguh-sungguh
ada secara wujud di luar sana. Sedangkan kualitas primer atau hakikat
dari segala sesuatu (wujud menurut apa adanya) adalah sesuatu yang
terlepas dari semua kualitas sekunder tersebut.
Dunia
seluruhnya, yang tampak (depan/kualitas sekunder) dan yang tidak tampak
(belakang/kualitas primer) terus berjalan meskipun kita mengedipkan mata, tidur
atau bahkan kita mengabaikannya. Tentu saja pada semua itu harus ada
pengetahuan tanpa batas yang mengawasi, menjaga dan menjamin
keberlangsungannya. Harus ada pengetahuan yang meliputi segala sesuatu yang bertanggung
jawab menjaga semua itu supaya tetap di dalam keberadaannya. Menjaga dunia
betul-betul supaya tetap terpahami. Di luar pikiran manusia yang terbatas dan hanya
sanggup melihatnya sepintas lalu.
”Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan
(pengetahuan) Allah meliputi segala sesuatu”.
”..Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang
di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang
ilmu-Nya melainkan apa yang dia kehendaki..”.
No comments:
Post a Comment