Merenung tak
dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Merenung baru memperoleh peluang
untuk hidup bila kita mencintai dan mengenal nilai waktu senggang. Senggang
bukan berarti bermalas-malasan, tetapi menyepi, menyendiri agar dapat fokus ke
diri sendiri. Penghayatan tentang kesendirian inilah yang
membuat orang kreatif dalam membuahkan gagasan. Tentu saja maksudnya adalah
gagasan yang bersifat rohani dan spiritual.
Aktifitas semacam ini kiranya bertentangan dengan
konsep efektifitas dan efisiensi, konsep guna dan kegunaan. Apa yang berguna
untuk hidup praktis dan pragmatis, haruslah diburu. Apa yang tak berguna,
janganlah diburu. Tapi apakah gerangan yang berguna bagi manusia dan
kehidupannya?
Merenung bukanlah pekerjaan yang bersifat dan
bernilai ekonomis. Tidak akan ada perusahaan yang mau menggaji seorang karyawan
yang pekerjaannya merenung. Bahkan seorang isteri akan marah-marah jika melihat
suaminya setiap hari pekerjaannya hanya merenung dan tidak mau mencari uang.
Meskipun begitu, Thomas Aquinas berpesan “Adapun suatu keharusan bagi
kesempurnaan masyarakat manusia bila beberapa orang membaktikan kehidupannya
untuk merenung”. Merenung, lebih
jauh, adalah kontemplasi menuju pusat dan hakekat diri.
Perlu bagi kita
dapat menyisihkan waktu dan menyendiri untuk kerja perenungan sekaligus
menikmatinya. Perenungan bagaikan oase kecil, lambang kesegaran dan harapan,
bahwa masih ada setetes embun di tengah gurun pasir kehidupan. Masih ada
benteng hati nurani untuk tetap mempertahankan kebenaran nilai-nilai di
tengah-tengah kegalauan zaman.
Perenungan akan
mengasah hati nurani kita untuk senantiasa peka akan gerak roh suatu masyarakat
dan kegelisahannya. Dapat dengan tajam untuk melihat tanda-tanda zaman dan
menuliskannya, meskipun di tengah-tengah keterbatasan dan keterhimpitan. Hanya
manusia yang mau gelisah dan tidak mau mapan yang mampu menuliskannya.
Inilah juga yang
dialami oleh Muhammad SAW ketika kehidupannya tiba-tiba berubah secara dramatis
pada usia sekitar empat puluh tahun. Sering merenung dan mencari-cari sesuatu
yang lebih tinggi dan lebih suci ketimbang bentuk-bentuk keagamaan tradisional
yang ada. Merenungi kondisi masyarakatnya yang hidup tanpa pegangan. Nabi
Muhammad SAW akhirnya pergi menyendiri ke Gua Hira’ di daerah bebukitan dekat
Makkah dan kemudian menerima pencerahan spiritual dengan turunnya wahyu pertama
yang kemudian merubah kehidupannya dan merubah kehidupan seluruh umatnya.
No comments:
Post a Comment