01 November 2015

MANUSIA VISIONER

Sudah lama saya mengamati dan memikirkan beberapa masalah terkait dengan sikap seseorang dalam menghadapi kehidupan. Pertama, saya melihat ada seseorang yang enjoy dalam menjalaninya. Sangat menikmati setiap detik kehidupannya dalam kegembiraan. Menikmati pekerjaan dan sangat detail dalam memenuhi macam kebutuhan sehari-hari. Peduli pada menu makanan, style pakaian, perkembangan model kendaraan, trend perhiasan, model gadget dan lain-lain. Tertarik pada pesta dan acara-acara seremonial. Larut dalam gosip selebritis dan konflik politik di media massa.
Kedua, saya juga melihat ada orang yang sepertinya tidak menemukan kesenangan pada hal-hal di atas. Tingkah lakunya seperti orang gelisah. Kalau diajak bicara sering tidak nyambung. Pandangannya kosong, dan hampa. Punya kecenderungan menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Jika menemukan tipe yang kedua ini mungkin kita akan mengatakannya sebagai orang yang sedang stres, ngengleng atau sedang mengalami depresi.
Tetapi belum tentu juga sih, bisa jadi dia sedang berada di alam lain yang levelnya lebih tinggi dari kita. Bisa jadi juga dia punya cara pandang terhadap kehidupan yang berbeda. Cara pandang yang unik terhadap fenomena-fenomena kehidupan di sekitarnya. Seperti belum mendapat kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat material. Selalu penasaran dan mempermasalahkan semua kejadian di sepanjang pergantian siang dan malam (fī ikhtilāf al-layli wa al-nahār). Tidak menemukan kesenangan terhadap ilmu-ilmu yang bersifat eksoteris. Selalu ingin lebih, lebih dan lebih...
Memang, terkait dengan orang yang kedua, di alam fenomenal tempat kita hidup ini, wujud dalam hakikat metafisiknya tidak dapat dipersepsi sebagaimana realitasnya. Fenomena tidak dapat dipersepsi oleh orang yang sedang tidur dan bermimpi mengenainya. Dunia ini adalah ilusi; ia tidak memiliki eksistensi hakiki. Merujuk kepada perkataan populer yang sering dinisbatkan kepada Sayyiduna Ali ibnu Abi Thalib, “Semua manusia tertidur (di dunia ini), setelah mati barulah mereka terbangun”, memberi pemahaman pada kita bahwa apapun yang dipersepsi seseorang di dunia ini sama saja dengan mimpi yang tampak pada orang yang sedang tidur. Sedangkan ‘mati’ sejatinya bukanlah kejadian biologis. Ia adalah kejadian spiritual yang memaksa tindakan manusia untuk membuang belenggu indra dan nalarnya (reason), melampaui dinding-dinding (alam) fenomenal dan menerawang jauh ke balik benda-benda fenomenal.
Apakah kiranya yang manusia lihat manakala dia bangun dari tidur fenomenalnya, membuka mata sejatinya dan menatap sekelilingnya? Saat itu, alam macam apakah yang akan dia amati? Gambaran alam yang dia amati dalam berbagai pengalaman mistisnya akan menjelaskan dan mendedahkan susunan metafisik-ontologisnya kepada kita. Yang mampu melakukannya adalah manusia yang telah mencapai misteri terdalam dari kehidupan.
Mereka adalah para manusia visioner. Secara alami mereka cenderung melihat visi-visi yang berada di luar jangkauan manusia biasa. Bagaimanapun, hal ini adalah pemahaman terdalam mengenai situasi yang ada, dan kebanyakan orang tidak menjangkaunya lantaran pada galibnya mereka percaya bahwa alam fenomenal adalah sesuatu yang kukuh secara material; mereka tidak menghayati sifat simbolis alam fenomenal ini.
Mayoritas orang hidup menempel dan meringkuk di tingkat wujud paling rendah, yakni (alam) benda-benda indriawi. Itulah satu-satunya alam eksistensi dalam kesadaran suram mereka. Baginya hanya tingkat wujud paling rendah ini -karena bisa diraba dan digenggam- yang nyata. Dan bahkan di tingkat ini, tidak pernah terpikir oleh mereka untuk menafsirkan bentuk-bentuk semua benda yang ada di sekeliling. Sesungguhnya mereka memang sedang tertidur.
Alam Citra sebenarnya senantiasa ada dan setiap saat mempengaruhi kesadaran manusia. Tetapi, manusia itu sendiri biasanya tidak menyadarinya di kala terjaga, lantaran pada saat itu benaknya terhalangi dan terganggu oleh gaya-gaya material atau simbol. Medan imajinasi membutuhkan jenis pengetahuan berbeda yang hanya dengan itulah manusia dapat memahami apa yang dimaksud melalui bentuk partikular itu.
Keadaan wujud duniawi adalah jalan mayoritas manusia dalam keadaan alamiah. Ia dicirikan dengan fakta bahwa manusia, dalam keadaan alamiahnya, sepenuhnya berada di bawah ayunan tubuhnya dan bahwa aktivitas benaknya dirintangi susunan fisik organ-organ jasmaninya. Dalam kondisi ini, sekalipun dia berupaya memahami sesuatu dan menangkap hakikatnya, objek itu tidak akan bisa tampak pada benak kecuali dalam deformasi yang dahsyat. Inilah keadaan ketika manusia seutuhnya dihijab dari hakikat esensial sesuatu. Padahal Intelek Murni (‘aql mujarrad) berfungsi pada tingkat ketika aktivitasnya tidak bisa dirintangi oleh semua hal yang bersifat jasmani dan fisik. Ini pula kenapa mereka sebagai manusia visioner meskipun kadang secara fisik menderita tetapi secara spiritual mereka bahagia. Wallahu a’lam