20 May 2013

MERAWAT JIWA




Hakikat manusia adalah jiwanya, demikian Platon berkata. Untuk itu, seharusnya kita mendominasi hidup kita dengan memperhatikan hal tersebut. Seharusnya kita mendalami secara spesifik bagaimana kita bisa mengoptimalkan jiwa kita. Di tengah kesibukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan tubuh, hendaknya kita mencari tahu dengan bijaksana tentang kebutuhan jiwa kita sendiri. Tetapi, bagaimana mungkin kita mencari tahu sesuatu dengan bijaksana kalau kita tidak mengenali diri kita sendiri pada mulanya? Bagaimana mungkin kita bisa menjamin bahwa kita tidak akan tersesat dalam belantara nafsu badani?
Manusia selalu ada dalam ketegangan dan pertentangan, seringkali ’melakukan apa yang tidak dikehendaki’. Manusia dan hidupnya adalah bentukan dia sendiri. Dengan pendidikan yang benar, orang akan mencintai pengetahuan (kebijaksanaan) dan orang akan memiliki kecenderungan yang tepat sehingga dengan ringan hati mudah memilih hidup yang adil dan benar daripada sebaliknya.
Jiwa merupakan apa yang terdalam dari diri manusia. Bila kita merawatnya dengan baik, tak pelak lagi kita akan menjadi orang yang dekat dengan keilahian. Keabadian yang dirindukan bisa mulai dirasakan para pecinta kebijaksanaan di dunia ini, bukan dalam wujud anak-anak yang diturunkan, bukan pula dalam wujud warisan harta benda yang ditinggalkan, bukan pula dalam bentuk tindakan-tindakan heroik, melainkan dalam idea kekal yang terus abadi diturunkan dari satu generasi ke generasi, dari satu bangsa ke bangsa selanjutnya.
Jiwa merupakan gerakan, yang tampak dalam konflik hasrat dalam diri manusia dan juga dalam tegangan untuk selalu meloloskan diri dari gempuran tirani opini sehari-hari. Manusia memang sebuah misteri. Ini merupakan pernyataan yang benar untuk zaman dulu, sekarang, maupun masa depan. Sepanjang zaman, manusia berhasrat menguak misteri ini. Meski seringkali hasil penyingkapannya justru membuat misteri baru dan semakin menarik untuk digeluti lebih jauh.
Para pemikir sebelum Sokrates dan Platon sudah berbicara tentang jiwa ketika membahas adanya sesuatu di luar apa yang kita lihat sebagai wujud tubuh kemanusiaan kita. Manusia bukanlah sekedar apa yang tampak oleh tubuhnya. Jiwa merupakan semacam agen moral dan rasional yang bertanggung jawab atas pilihan-pilihan hidup manusia, sehingga manusia mesti merawat jiwanya sebaik mungkin. Jiwa adalah yang paling inti, paling murni dari kemanusiaan kita, sesuatu yang lebih tinggi, lebih mulia, dan kekal daripada tubuh.
Jiwa mengandung physis atau kodrat. Di satu sisi seluruh kode genetis sudah tercetak, namun di sisi lain ia bisa berkembang penuh, bisa juga sebaliknya. Dalam jalinan kode genetis inilah terletak jati diri manusia. Jati diri manusia adalah jiwanya, sementara badan adalah sesuatu yang bersifat ’tanda’ bagi jiwanya. Jiwa inilah yang akan kembali kepada Tuhan meninggalkan wadah tubuhnya yang hancur di bumi. Pada akhirnya, semoga jiwa kita termasuk jiwa yang diridhai Tuhan dan masuk ke tempat yang telah disediakan untuk bertemu dengan jiwa-jiwa yang diridhai lainnya.

Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku
Dan masuklah ke alam surga-Ku

14 May 2013

PENGETAHUAN YANG MELIPUTI SEGALA SESUATU



Dunia adalah apa yang kita pahami, demikian orang bijak mengatakan. John Locke, seorang filosof Inggris, mengatakan apa yang langsung berhubungan dengan kita –objek-objek pemahaman manusiawi- adalah gambaran-gambaran mental. Melalui gambaran-gambaran mental inilah, kemudian, kita secara tidak langsung menyadari akan ’keberadaan’ benda-benda di dunia ini.
Pandangan yang paling menakjubkan berasal dari George Berkeley tentang prinsip-prinsip pengetahuan manusiawi. Berkeley berpendapat bahwa yang sungguh-sungguuh ada hanyalah pikiran-pikiran dan ide-ide atau objek-objek dari pengetahuan manusiawi adalah ide-ide. Menurut pandangan Berkeley, ide-ide tersebut ada tiga macam, yaitu (1) ide-ide yang tercetak dalam pikiran melalui pengalaman sensorik, (2) ide-ide yang terbentuk dengan memperhatikan hasrat dan kerja-kerja pikiran, dan (3) ide-ide yang diingat oleh memori atau imajinasi.
Pikiran-pikiran, dengan kata lain, adalah yang memahami ide-ide, atau sederhananya adalah eksistensi dari sebuah ide yang tercapai karena dipahami. Ide-ide hanya dapat ada dalam sebuah pikiran yang memahaminya. Esse Est Percipe: ada karena dipahami...begitulah singkatnya. Keberadaan segala sesuatu tergantung sungguh pada yang dapat memahaminya. Kita manusia memandang dunia betul-betul hanya sekilas saja atau sambil lalu.
Apel, kopi, meja, dinding, buku –semua benda yang kita pahami saat ini- adalah kumpulan-kumpulan rasa, bau, pandangan, suara dan perasaan. Benda-benda itu hakekatnya hanya ada di dalam pikiran yang memahaminya. Semua yang kita rasakan adalah perasaan-perasaan yang kemudian menyusun persepsi dan persepsi sungguh hanya menampilkan sesuatu yang kita pahami saja, selain itu tidak.
Kita dapat mengambil distingsi Locke antara kualitas primer dan kualitas sekunder. Ide-ide sekunder kita –rasa, bau, suara, perasaan, warna dan sebagainya- tidak ada di dalam objek-objek itu sendiri tetapi dalam daya-daya yang menghasilkan berbagai sensasi dalam diri kita. Maksudnya adalah, tidak ada sifat-sifat dari objek-objek itu kecuali sifat-sifat yang tergantung pada pikiran, tidak sungguh-sungguh ada secara wujud di luar sana. Sedangkan kualitas primer atau hakikat dari segala sesuatu (wujud menurut apa adanya) adalah sesuatu yang terlepas dari semua kualitas sekunder tersebut.
Dunia seluruhnya, yang tampak (depan/kualitas sekunder) dan yang tidak tampak (belakang/kualitas primer) terus berjalan meskipun kita mengedipkan mata, tidur atau bahkan kita mengabaikannya. Tentu saja pada semua itu harus ada pengetahuan tanpa batas yang mengawasi, menjaga dan menjamin keberlangsungannya. Harus ada pengetahuan yang meliputi segala sesuatu yang bertanggung jawab menjaga semua itu supaya tetap di dalam keberadaannya. Menjaga dunia betul-betul supaya tetap terpahami. Di luar pikiran manusia yang terbatas dan hanya sanggup melihatnya sepintas lalu.
 
Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan (pengetahuan) Allah meliputi segala sesuatu”. 


”..Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang dia kehendaki..”.